IBU MAAFKAN AKU
Aku adalah mahasiswa baru yang baru setahun masuk
dan sekarang lagi ada Ujian Semester. Aku yang selalu hidup bersantai santai
dan mulai jarang pulang ke rumah bermain dengan teman sampai tak kenal waktu
sehingga membuat ibu selalu cemas dan khawatir. Hidupku saat ini sungguh
seperti anak muda jaman sekarang banget. Ibu hanya dianggap sepele seperti
pembantu saja. Berangkat kuliah pulang malam, hari libur tidak ada di rumah
kelayapan kesana kemari tanpa tujuan yang jelas. Yah begitulah…
Kemuadian, di siang yang cerah saat di ruang
kampus aku duduk termenung sendiri menunggu mata kuliah berikutnya. Tiba-tiba
datang seseorang mengagetkan aku dengan membawa kabar duka, yaitu Dewi teman
sekelasku sekaligus tetangga ku juga. “Rama.. Rama.. Ibumu.. Ibumu..” Berbicara
dengan nafas yang tersenggal-senggal karena habis berlarian menghapiriku.
“Iya.. iya.. ada apa dengan ibu ku?” Tanyaku bingung dan khawatir. “Itu.. Ibumu
kecelakaan..” “Apa…? yang benar kamu Wi?” Tanyaku terkejut. “Iya beneran, Barusan
aku ditelpon Ibuku di rumah suruh ngasih kabar ke kamu!” “Apa..” Mataku
terbelalak mendengar itu.
Bagai petir yang menyambar pohon yang rapuh, dah pohon itu pun tumbang. Seperti itulah perasaananku saat itu, tak karuan bingung harus melakukan apa dan tanpa pikir panjang lagi ku dengan secepat kilat pulang menuju rumah tak peduli walau itu masih ada jam kuliah yang harus aku ikuti karena adanya Ujian Semester.
Bagai petir yang menyambar pohon yang rapuh, dah pohon itu pun tumbang. Seperti itulah perasaananku saat itu, tak karuan bingung harus melakukan apa dan tanpa pikir panjang lagi ku dengan secepat kilat pulang menuju rumah tak peduli walau itu masih ada jam kuliah yang harus aku ikuti karena adanya Ujian Semester.
Setelah ku berlari dari kampus yang tak jauh dari
rumah dan akhirnya sampai, dan di rumah kulihat banyak orang berkumpul di rumah
ku, sehingga membuat ku khawatir dan tak tenang. Ku berhenti sejenak dan mulai
berpikir negatif akan apa yang terjadi pada ibu ku, seakan ku kehilangan
sesuatu yang berharga di dunia ini, dan mulai ku melangkah perlahan lahaan
untuk memastikan bahwa itu tidak benar, tapi sebelum sampai masuk rumah dan
mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, tubuh ini serasa ringan tapi begitu
berat untuk ku terus melangkah, dan mendengar suara samar samar orang yang lagi
berbicara tapi setelah itu sudah tak terdengar lagi seakan ku mulai terputus
dengan dunia ini.
Setelah beberapa menit aku pingsan tepat di depan
rumah dan dibawa masuk oleh warga, ku mulai sadarkan diri lagi dan melihat Dewi
di samping ku menemaniku dari tadi. “Aku dimana ini?” Tanya ku pada Dewi. “Di
rumah mu Rama, di kamarmu ini..” jawab Dewi lirih. “Oh iya, dimana ibuku?
Gimana kadaan Ibuku? Aku harus menemuinya!” sambil berdiri dan menuju pintu,
tapi secepat aku berdiri secepat pula Dewi meraih tangan ku dan menarikku untuk
duduk dan menenangkan diri dulu, tapi karena aku sudah sangat khawatir akan
keadaan Ibu aku tetap memaksa untuk keluar kamar dan menemuinya, dan saat ku
membuka pintu kulihat sesosok tubuh yang di balut oleh kafan putih dan
tertutupi oleh selendang batik, sontak aku langsung membuka penutup itu dan…
Aku pun tak sadarkan diri lagi setelah melihat wajah Ibunya yang sudah tak
bernyawa lagi. Di waktu yang sama Ayah ku juga baru sampai rumah yang juga
tergesa-gesa pulang mendengar kabar duka tersebut, karena tempat kerja Ayah ku
jauh jadi agak lama untuk menuju ke rumah, sedangkan aku di bawa masuk lagi ke
kamar karena belum sadarkan diri juga.
Di saat aku pingsan pemakamanpun mulai
dilanjutkan lagi, karena Ayah sudah datang beserta sanak keluarga yang sudah menunggu
dari tadi, dan karena sudah dimandikan sebelumnya jadi tinggal untuk di
sholatkan dan segera untuk dimakamkan.
Kali ini pingsan ku lebih lama dibandingkan yang
pertama tadi, ku baru sadar kembali setelah beberapa jam setelah kejadian itu.
Saat itu pemakaman sudah kelar semua dan warga sekitar beserta saudara sedang
mengadakan tahlilan untuk Ibuku, karena sudah tradisi di desa ini, apabila ada
orang yang meninggal akan ada tahlilan atau selamatan bagi si almarhun.
Setelah ku tersadar, ku coba untuk duduk dan
merenungkan apa yang sudah menimpa ku hari ini, ku benar benar kehilangan
seseorang yang paling berharga di dunia ini, seseorang yang selalu ada di
setiap jalan hidup ku sampai saat ini, yang selalu sabar dengan semua tingkah
lakuku yang sering menyusahkannya dan sekarang sudah tiada.
Ku sedih dan meneteskan air mata yang sebelumnya tak pernah ku lakukan karena ada masalah, tapi ini benar-benar meremukkan hati dan jiwa raga ini. Tiba-tiba ku mendengar suara lirih untuk menguatkan aku. “Rama.. kamu yang sabar yah, semua ini pasti ada hikmahnya.. jadi janganlah kamu menyesali semua ini, semua yang hidup pasti akan mati dan kembali ke Rabbnya..” bujuk Dewi agar ku sedikit tenang, tapi ku masih termenug dan terdiam menyesali semua ini. “Dewi apakah ini hukuman bagiku karena telah menyusahkan dan mengecewakan Ibuku?” Tanya ku sambil menahan air mata yang tak kunjung berhenti ini. “Hm.. Jangan berpikiran beitu Rama, mungkin ini sedah takdir Ibumu dan cobaan bagimu Rama.. jadi tetep bersabarlah..”. “Tapi mengapa harus Ibuku..?” Dengan ekspresi tidak terima dengan semua ini. “Tenaglah Rama.. Sabar..” Dewi mencoba menenankan ku. “Sabar bagaimana.. Melihat Ibuku yang tidak salah apa-apa harus mengalami kejadiaan ini.. Mengapa Dew.. Mengapa? Tolong Dew, Citakan pada ku kejadiannya, ku ingin tahu..” pintaku ke Dewi untuk mengetahui kenapa sampai ini terjadi.
Dan akhirnya Dewi pun menceritakannya, “Begini Rama.. kau tahu hari ini hari apa?.. ini adalah hari ulang tahunmu kan.. Mungkin tidak begitu banyak orang yang mengetahuinya, tapi Ibumu selalu mengingatnya Rama..”. “Trus apa hubungannya dengan kejadian ini?” tanyaku penasaran. “Tadi ku sempat dengar cerita dari ibuku.. Ibumu tadi pagi begitu semangat untuk merayakan Ultahmu, Ibumu ke luar rumah untuk ke pasar membeli bahan-bahan buat nasi kuning kesukaanmu, pas di jalan ibuku bertemu dengan Ibumu dan meyapanya tapi saking senang dan semangtnya sampai sampai tak mendengar sapaan ibuku pagi tadi, padahal biasanya Ibumu selalu menyahutnya apabila ada yang menyapanya tapi kali ini memang sungguh aneh.. tapi pada akhirnya Ibumu dan Ibuku jalan bersama untuk ke pasar dan mengobrol. Dan Ibuku sempat bertanya pada Ibumu “Bu.. tumben nih hari beda dari biasanya.. lebih bagaimana gitu?” Tanya Ibu Dewi. “Beda gimana Ibu? Biasa saja ini.. Cuman saya lagi senang saja karena ini hari Ultah anakku, tadi pagi sebelum berangkat kuliah dia ingin minta di bikinin Nasi Kuning kesukaanya Bu..” jawab Ibuku. “Oh begitu ya Bu.. Ada-ada saja Rama itu.. (Sambil tersenyum) .. Ada yang bisa saya bantu Bu?” “Oh trima kasih Bu… tapi saya bisa tangani sendiri kok Bu..”. “Oh begitu ya Bu..”. Kemudian mereka pun pulang bersama karena bahan yang di beli serasa sudah cukup.”
Ku sedih dan meneteskan air mata yang sebelumnya tak pernah ku lakukan karena ada masalah, tapi ini benar-benar meremukkan hati dan jiwa raga ini. Tiba-tiba ku mendengar suara lirih untuk menguatkan aku. “Rama.. kamu yang sabar yah, semua ini pasti ada hikmahnya.. jadi janganlah kamu menyesali semua ini, semua yang hidup pasti akan mati dan kembali ke Rabbnya..” bujuk Dewi agar ku sedikit tenang, tapi ku masih termenug dan terdiam menyesali semua ini. “Dewi apakah ini hukuman bagiku karena telah menyusahkan dan mengecewakan Ibuku?” Tanya ku sambil menahan air mata yang tak kunjung berhenti ini. “Hm.. Jangan berpikiran beitu Rama, mungkin ini sedah takdir Ibumu dan cobaan bagimu Rama.. jadi tetep bersabarlah..”. “Tapi mengapa harus Ibuku..?” Dengan ekspresi tidak terima dengan semua ini. “Tenaglah Rama.. Sabar..” Dewi mencoba menenankan ku. “Sabar bagaimana.. Melihat Ibuku yang tidak salah apa-apa harus mengalami kejadiaan ini.. Mengapa Dew.. Mengapa? Tolong Dew, Citakan pada ku kejadiannya, ku ingin tahu..” pintaku ke Dewi untuk mengetahui kenapa sampai ini terjadi.
Dan akhirnya Dewi pun menceritakannya, “Begini Rama.. kau tahu hari ini hari apa?.. ini adalah hari ulang tahunmu kan.. Mungkin tidak begitu banyak orang yang mengetahuinya, tapi Ibumu selalu mengingatnya Rama..”. “Trus apa hubungannya dengan kejadian ini?” tanyaku penasaran. “Tadi ku sempat dengar cerita dari ibuku.. Ibumu tadi pagi begitu semangat untuk merayakan Ultahmu, Ibumu ke luar rumah untuk ke pasar membeli bahan-bahan buat nasi kuning kesukaanmu, pas di jalan ibuku bertemu dengan Ibumu dan meyapanya tapi saking senang dan semangtnya sampai sampai tak mendengar sapaan ibuku pagi tadi, padahal biasanya Ibumu selalu menyahutnya apabila ada yang menyapanya tapi kali ini memang sungguh aneh.. tapi pada akhirnya Ibumu dan Ibuku jalan bersama untuk ke pasar dan mengobrol. Dan Ibuku sempat bertanya pada Ibumu “Bu.. tumben nih hari beda dari biasanya.. lebih bagaimana gitu?” Tanya Ibu Dewi. “Beda gimana Ibu? Biasa saja ini.. Cuman saya lagi senang saja karena ini hari Ultah anakku, tadi pagi sebelum berangkat kuliah dia ingin minta di bikinin Nasi Kuning kesukaanya Bu..” jawab Ibuku. “Oh begitu ya Bu.. Ada-ada saja Rama itu.. (Sambil tersenyum) .. Ada yang bisa saya bantu Bu?” “Oh trima kasih Bu… tapi saya bisa tangani sendiri kok Bu..”. “Oh begitu ya Bu..”. Kemudian mereka pun pulang bersama karena bahan yang di beli serasa sudah cukup.”
Sesampainya dirumah Ibumu langsung masuk rumah
dan mulai memasak, tapi tak tahu kenapa Ibumu keluar lagi dengan tergesa-gesa.
“Lho Bu mau kemana lagi..?” Tanya Ibu Dewi yaag baru mau masuk rumah. “Itu ada
yang kurang Bu, ini mau balik lagi ke pasar beli bahan yang kurang itu..” jawab
Ibuku sambil tersenyum. Dan tiba-tiba terjadilah tragedi itu. “CIIITTT…
BRUUAAKKK…” Suara mobil yang oleng, dan pada saat itu Ibu mu yang baru saja
keluar rumah lalu mulai berjalan di tabrak oleh mobil yang oleng tadi,
penyebabnya karena mobil itu bannya pecah.. kejadiaanya sangat cepat jadi Ibuku
tak sempat memperhatikan itu.. dan yang sangat disesalkan Ibuku saat itu adalah
Ibumu tak sempat di selamatkan karena pendarahan yang cukup parah di kepala
sehingga meniggal di tempat..”.
Setelah mendengar kejadian itu ku mulai menangis
lagi dan lebih parah sebelumnya, tangisan ini lebih berat dan menyakitkan hati
sampai air mata ini tak dapat lagi di keluarkan. Dan saat itu pulalah ku berdoa
dan meminta serta berjanji pada Allah dalam hati.. “Ya Allah.. maafkan lah
hambamu ini, ampunilah dosa hambamu ini yang selalu mengecawakan dan
menyusahkan Ibu hambamu ini.. Aku berjanji akan menjadi anak yang lebih baik
lagi, lebih berbakti lagi kepada Ibu Ya Allah, Hambamu mohon janganlah Engkau
ambil Ibu, kembalikan Ibu Ya Allah..”
Tiba-tiba ku mendengar suara yang cukup keras
tepat di telingaku, sehingga membuatku terkejut kaget mendengarnya. Dan
akhirnya aku terbangun dan tersadar bahwa aku sedang dibangunkan oleh Dosen
yang galak, karena aku tertidur dan tak bangun di atas bangku. Sontak ku bangun
dan terdiam karena di omeli Dosen tersebut, dan setelah itu Ujian Semester di
lanjutkan lagi. Tapi ada perasaanku yang masih mengganjal di pikiranku, tapi
masih begitu samar-samar karena masih kaget karena suara Dosen tadi yang cetar
membahana itu.
Dan akhirnya Ujian selesai dan ku ketemu dewi
saat keluar kelas, saat itulah tiba-tiba saja air mata ku menetes entah kenapa
dan mulai mengingat mimpi yang seperti kenyataan itu tadi. Dan akupun segera
pulang untuk memastikan mimpi itu benar atau salah. Dan sesampainya di rumah aku
benar-benar bersyukur melihat ibuku masih sehat-sehat saja sedang memasak di
dapur, kemudian ku peluk Ibu dan meminta maaf padanya karena kelakuanku
akhir-akhir ini.
Mimpi itu benar-benar jadi pelajaran buat ku
bahwa Ibu adalah seseorang yang sangat berharga dan tak tergantikan oleh
apapun. Mulai saat itu aku merubah gaya hidupku yang berantakan dan terkesan
ugal-ugalan menjadi lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar